BERITAOPINI.ID, NUSA TENGGARA TIMUR- Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Nusa Cendana (Undana), Yeftha Yerianto Sabaat menilai sistem Proporsional Tertutup sejatinya menggambarkan kemunduran dalam berdemokrasi. Sistem tersebut juga mengisyaratkan egoisme Partai Politik yang dengan secara sadar membajak kedaulatan rakyat.
Menurut Yeftha, sistem Pemilu Proporsional Terbuka yang dijalankan sejak Pemilu 2009 merupakan sistem masih terbaik yang cocok diterapkan di Indonesia, meski ada begitu banyak masalah terkait dengan politik biaya mahal. “Sistem terbuka mendorong pemilih lebih mudah mengenali dan mencari tau latar belakang Caleg di dapilnya. Caleg pun akan berusaha secara konsisten memelihara dan merawat pemilihnya dengan berbagai kegiatan yang sudah dilakukan dari sebelumnya,” pungkas mantan Aktivis GMKI ini.
Yeftha menegaskan bahwa Proporsional Tertutup juga tertutup bakal memperburuk Demokrasi di internal Partai. “Proporsional Tertutup ibarat rakyat membeli kucing dalam karung. Karena rakyat tidak tahu Anggota Legislatif mana yang akan mewakili mereka di Parlemen oleh karena itu sistem Pemilu Proposional Tertutup ini tidak membawa aspirasi masyarakat di Perlamen nanti, ” imbuhnya.
Seperti yang diketahui sistem Proporsional Tertutup adalah penetapan Caleg terpilih bukan berdasarkan perolehan suara. Namun, penetapan Caleg mengacu pada dasar perolehan suara Partai Politik. Yang artinya, sekalipun rakyat memilih salah satu calon, suara itu tetap menjadi suara partai politik pendukung. Dan suara Parpol yang telah mencapai ambang batas kursi akan diberikan kepada Caleg yang diusung berdasarkan nomor urut. “Inilah yang kemudian berpotensi memunculkan transaksi politik antara Caleg dan Elit Partai, ” jelas pria yang hobi menulis itu.
Dalam penerapan sistem Proporsional Tertutup bakal membuat pemilih tidak lagi bisa menentukan Caleg yang diinginkan karena hanya bisa mencoblos Partai. Sedangkan dalam sistem Proporsional Terbuka yang berlaku sekarang, pemilih bisa mencoblos caleg yang diinginkan.
“Jika nanti Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa sistem Pemilu yang paling Konstitusional adalah sistem Pemilu Proporsional Tertutup, maka (Lembaga Pembentuk Undang-undang) tidak bisa lagi melakukan evaluasi, perbaikan dan pembenahan atas sistem Pemilu, ” tambah Yeftha,
“Kita berharap transparansi, keterbukaan, menjadi salah satu daya tarik anak muda untuk turut terlibat dalam politik. Anak muda menjadi salah satu penentu kebijakan untuk Indonesia Maju. Sudah sewajarnya kebijakan perencanaan, keputusan dan implementasi pemanfaatan bonus demografi dan semua hal terkait anak muda juga melibatkan anak muda, ” tutupnya. (Saulus Ngabi Nggaba)