Operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Timor-1 yang berkapasitas 2 x 50 MW di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), menimbulkan keresahan warga. Pasalnya, kelompok pembudidaya rumput laut di Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat, mengeluhkan kerugian besar akibat limbah dari PLTU tersebut.
Oktaf Aleksander Saketu, Ketua Umum Pembudidaya Rumput Laut, mengungkapkan bahwa sejak PLTU beroperasi pada tahun 2023, hasil panen rumput laut mereka mengalami penurunan drastis.
"Kami sudah melakukan aksi protes beberapa kali, namun masalah ini belum juga terselesaikan," ujarnya saat ditemui di kediamannya pada Kamis, (23/1/2025).
Menurut Oktaf, limbah air panas dari PLTU yang dibuang ke laut diduga telah mencemari perairan dan merusak ekosistem laut.
"Kami menduga ada campuran oli dan solar dalam limbah tersebut yang menyebabkan rumput laut kami terserang penyakit dan mati," terangnya.
Dugaan pencemaran ini diperkuat oleh hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi NTT dan Universitas Nusa Cendana (Undana). Hasil uji awal menunjukkan adanya kadar minyak yang sangat tinggi dalam sampel air laut di sekitar PLTU. Namun, hasil uji ulang yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup di Surabaya justru menyatakan bahwa kadar minyak berada di bawah baku mutu.
"Kami curiga ada permainan data dalam proses uji laboratorium ini," tegas Oktaf.
Ia juga menanyakan, "Bagaimana mungkin hasil uji laboratorium bisa berbeda secara signifikan? Ini sangat meragukan."
Kerugian yang dialami para petani rumput laut akibat kejadian ini sangat besar. Oktaf memperkirakan total kerugian mencapai Rp23 miliar selama dua tahun terakhir. "Ini adalah hasil akumulasi kerugian dari 85 keluarga petani rumput laut," imbuhnya.
"Sebelum tahun 2023 musim penyakit rumput laut hanya berlangsung di bulan Oktober tiap tahunnya, tapi sekarang bahkan sepanjang tahun," jelasnya. Akibatnya, hasil panen hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pembibitan ulang.
Kerusakan ekosistem laut akibat operasi PLTU Timor-1 tidak hanya berdampak pada petani rumput laut, tetapi juga pada nelayan. Penurunan hasil tangkapan ikan dan kerusakan terumbu karang menjadi masalah baru yang harus dihadapi oleh masyarakat pesisir.
"Sebelumnya katong sonde sesusah sekarang untuk cari hidup di laut. Sekarang ini untuk ikan makan saja katong musti mencari jauh. Dulu hanya beberapa jalah saja katong sudah bisa dapat banyak ikan, sekarang mau banyak jalah juga ikan sonde ada," ujar Answer Saketu, salah satu nelayan.
"Kami meminta pemerintah untuk melakukan investigasi independen terhadap masalah ini," tegas Oktaf. "Kami juga meminta agar PLTU Timor-1 menghentikan sementara operasinya hingga masalah pencemaran lingkungan teratasi," tambahnya.
Menanggapi keluhan warga tersebut, pihak PLN melalui Asisten Manajer, Lalu Irlan Jahyadi menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan ini. Terkait dengan penurunan produktivitas rumput laut, Irlan mengungkap bahwa tidak ada pelepasan panas dari proses pembangkitan yang dapat merusak ekosistem laut.
"Yang kami lakukan adalah memurnikan air laut untuk pendinginan, bukan membuang panas ke laut," ujarnya saat ditemui awak media pada Jumat, 24 Januari 2024.
Ia juga mengaku bahwa PLN tengah bekerja sama dengan Universitas Politeknik Kupang untuk melakukan studi mendalam guna mengidentifikasi penyebab penurunan produktivitas rumput laut.
"Kami ingin mengetahui secara pasti apakah penurunan ini disebabkan oleh operasional pembangkit, perubahan iklim, atau faktor lainnya seperti pengelolaan petani," tambah Irlan.
Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam merumuskan solusi yang tepat. "Dari kendala itu tindak lanjutnya kami siapkan yang mana dari Universitas Politeknik juga yang akan mendampingi pelaksanaan. Apakah dalam bentuk pembinaan, apakah bentuk cara bertaninya, sampai dengan langkah antisipasi," ungkapnya.
Selain itu, PLN juga telah meminta pendapat hukum dari Jaksa Pengacara Negara (JPN) terkait kelanjutan proyek pembangunan jalan. "Setelah mendapatkan izin dari JPN, kami telah mengalokasikan anggaran untuk penyelesaian proyek ini pada tahun 2025," ujarnya.
Irlan berharap masyarakat dapat bersabar menunggu hasil studi dan penyelesaian proyek pembangunan jalan. "Kami berkomitmen untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat, namun kami juga ingin memastikan semua proses berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku," tutupnya. (Nino)