BERITAOPINI.ID, NUSA TENGGARA TIMUR-Dualism Kepengurusan ditingkat Pengurus Pusat (PP) Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia memantik respon seluruh komponen GMKI setanah air. Menyikapi dinamika ini, GMKI Cabang Kupang menyelenggarakan dialog bersama anggota dan senior GMKI Cabang Kupang yang dipimpin Florid Tae sebagai Ketua dan Erna Thon sebagai Sekretaris Cabang.
Dialog yang digelar secara hybrid ini diikuti banyak anggota biasa dan anggota luar biasa (senior) GMKI Kupang, secara onsite bertempat di Sekretariat Cabang (SC) GMKI Kupang dijalan R. A. Kartini pada Kamis (2/2/23).
Diskusi yang dimoderatori oleh senior member GMKI Kupang Gadi W. Buli, SH berlangsung alot karena pro dan kontra ide dan gagasan mengalir deras. Berbagai gagasan menarik untuk penyatuan terlontar dalam diskusi ini.
Saripati diskusi ini ditengarai akan dibuat dalam surat resmi GMKI Cabang Kupang dan dikirim kepada dua kepengurusan PP GMKI di Jakarta
Pertama, Semua anggota prihatin dengan kondisi yang terjadi di Pengurus Pusat GMKI dikarenakan kekuatiran akan ketidakutuhan dan ketidakharmonisan yang berdampak pada ancaman perpecahan organisasi,
Kedua, kondisi di PP ternyata berdampak pada perbedaan cara pandang dan sikap individu anggota di cabang, yang berpotensi menimbulkan disharmoni.
“Sehubungan dengan kondisi diatas maka Civitas GMKI mengharapkan dan mendorong adanya rekonsiliasi Nasional GMKI melalui dialog para pihak yang berkonflik bagi terciptanya perdamaian dengan tetap dalam bingkai konstitusi,” ungkap Ketua Cabang GMKI Kupang periode 2002-2004 ini.
Lebih lanjut mantan anggota formatur PP GMKI 2002-2004 ini mengatakan bahwa diskusi semalam ini salah satu poin penting yaitu mendorong semua Civitas GMKI Kupang dan Tanah air untuk mendoakan secara bersama untuk Keutuhan GMKI.
Sedangkan Ketua Cabang GMKI Kupang 2022-2024, Florid Tae, S.Th menjelaskan Sebagai organisasi persekutuan, langkah-langkah rekonsiliasi harus dilakukan, “Sebab hanya dengan itu kita menemukan jalan keluar yang solutif, ” ujarnya.
“Memang tidak mudah. Langkah-langkah rekonsiliasi yang dilakukan membutuhkan kerelaan yang serius. Pada titik ini kita tidak lagi memandang salah atau benar Konstitusional atau Inkonstitusional Harus ada pendekatan yang sangat filosofis tidak hanya pendekatan Yuridis (konstitusional), ” lanjut Florid.
“Organisasi yang sangat berwarna kekristenan ini, dalam langkah penyelesaian konflik harus dilakukan dengan pendekatan teologis-filososfis Inilah yang disarankan oleh beberapa senior yang mengikuti diskusi tersebut,” tutupnya. (Saulus Ngabi Nggaba)
410 Comments