Example floating
Example floating
Example 468x60 Example 468x60 Example 468x60
BeritaKota KupangNusa Tenggara Timur

AGRA NTT Curigai Agenda Tersembunyi di Balik Relokasi Pulau Kera

1886
×

AGRA NTT Curigai Agenda Tersembunyi di Balik Relokasi Pulau Kera

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

BERITAOPINI.ID KUPANG NTT | Rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kupang untuk merelokasi masyarakat Pulau Kera menuai kecaman keras dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria Nusa Tenggara Timur (AGRA NTT). Melalui rilis tertulis yang diterima media pada Kamis, 24 April 2025, Pimpinan AGRA NTT, Fadly Anetong, menilai langkah Bupati Kupang tersebut lebih banyak menimbulkan pertanyaan daripada jawaban, serta diwarnai dengan pendekatan koersif dan narasi intimidatif.

Menurut Anetong, kebijakan yang seharusnya dilandasi semangat pelayanan publik dan penghormatan terhadap martabat rakyat justru menggunakan kekuatan negara, termasuk ancaman penggunaan aparat TNI, untuk memaksakan kehendak yang belum tentu berpihak pada masyarakat. AGRA NTT menyayangkan sikap pemerintah daerah yang dinilai tidak mengedepankan dialog partisipatif dengan warga Pulau Kera.
Pertanyaan Moral dan Etis atas Proyek Relokasi Mencuat

AGRA NTT mempertanyakan landasan moral dan etis di balik proyek relokasi ini. Anetong menegaskan bahwa jika tujuan pemerintah adalah mensejahterakan masyarakat Pulau Kera, maka seharusnya pendekatan yang digunakan bersifat humanis, partisipatif, dan berakar pada kebutuhan nyata warga.

“Alih-alih demikian, pemerintah justru mengancam akan menurunkan aparat negara. Ini bukan sekadar keputusan administratif, melainkan sebuah tindakan yang menciderai prinsip demokrasi dan menodai nilai-nilai kemanusiaan yang tertuang dalam Pancasila,” tegas Anetong dalam rilisnya.

Lebih lanjut, AGRA NTT mempertanyakan efektivitas penggunaan aparat negara dalam mencapai kesejahteraan rakyat. “Lantas, apakah dengan menurunkan aparat, Bupati ingin membuktikan keseriusan dan ketegasannya dalam ‘mensejahterakan’ rakyat? Apakah rakyat harus tunduk pada kehendak kekuasaan agar dianggap sebagai warga yang patuh? Jika relokasi adalah solusi, mengapa harus dengan paksaan?” kritik Anetong.

Salah satu poin krusial yang disoroti AGRA NTT adalah ketidakjelasan urgensi relokasi. Anetong mempertanyakan apakah kondisi masyarakat Pulau Kera benar-benar memprihatinkan hingga memerlukan langkah ekstrem dan segera. Ia juga menyoroti potensi adanya kepentingan tersembunyi di balik proyek relokasi tersebut.

Menurut AGRA NTT, pernyataan Bupati Kupang dalam rekaman video yang beredar, yang menyebutkan bahwa relokasi ini merupakan “instruksi Presiden Prabowo”, semakin memperkuat kecurigaan publik. Anetong mempertanyakan relevansi isu Pulau Kera hingga menjadi prioritas nasional dan perlunya keterlibatan langsung Presiden.

“Sejak kapan Pulau Kera menjadi isu prioritas nasional hingga Presiden harus turun tangan langsung? Apa yang hendak dibangun di sana? Proyek pariwisata? Investasi infrastruktur? Dan apakah penurunan aparat juga bagian dari instruksi presiden?” tanya Anetong retoris.

AGRA NTT mendesak agar pemerintah pusat dan daerah memberikan penjelasan yang transparan kepada publik mengenai tujuan, manfaat, dan risiko dari relokasi ini, jika memang benar merupakan proyek nasional. Mereka mengingatkan agar masyarakat tidak dijadikan korban dari ambisi kekuasaan dan investasi elite.

Sementara itu, pernyataan Camat Sulamu yang menyebutkan bahwa “mayoritas masyarakat sangat mendukung relokasi”, dengan klaim 88 kepala keluarga telah siap, juga tidak luput dari sorotan AGRA NTT. Anetong meragukan validitas pernyataan tersebut, mengingat fakta di lapangan menunjukkan bahwa kunjungan camat hanya sebatas pendataan kependudukan, bukan sosialisasi relokasi yang komprehensif.

“Maka, atas dasar apa camat mengklaim dukungan tersebut? Pemerintah harus menjawab: sejak kapan pendataan identik dengan persetujuan relokasi? Jangan manipulasi data demi melegitimasi kebijakan yang tidak lahir dari proses partisipatif,” tegas Anetong.

AGRA NTT juga menyoroti ironi di balik alasan pemerintah melakukan relokasi, yaitu demi akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan air bersih. Anetong menekankan bahwa masyarakat Pulau Kera telah membuktikan kemandiriannya dalam membangun secara swadaya.

“Sekolah yang ada bukanlah hasil proyek pemerintah, melainkan jerih payah rakyat. Bantuan yang masuk bukan datang dari negara, tetapi dari solidaritas sesama umat manusia,” ungkap Anetong.

Menurut AGRA NTT, tindakan pemerintah yang datang dengan narasi “penyelamatan” dan pendekatan koersif setelah masyarakat membangun kehidupannya sendiri merupakan bentuk pencaplokan terhadap otonomi rakyat, bukan penyelamatan.

Bupati Kupang dinilai perlu memahami bahwa masyarakat Pulau Kera bukan sekadar data statistik. Mereka memiliki budaya, identitas, dan sejarah panjang, terutama sebagai bagian dari masyarakat adat dan nelayan suku Bajo. Anetong menekankan bahwa cara hidup mereka, merawat perahu, menghadapi musim, dan menjaga komunitas tidak dapat disederhanakan melalui kebijakan relokasi instan.

“Relokasi tanpa analisis sosial-budaya yang mendalam hanya akan memutus mata rantai hidup dan menghancurkan akar komunitas yang telah lama eksis,” ujar Anetong.

AGRA NTT dengan tegas menolak segala bentuk kekerasan negara yang dilakukan atas nama pembangunan. Anetong berpendapat bahwa pembangunan sejati tidak memerlukan paksaan, dan kebijakan yang adil akan didukung rakyat tanpa tekanan.

“Penggunaan aparat negara untuk memaksa warga keluar dari tanahnya sendiri adalah bentuk kekerasan negara yang tidak bisa dibenarkan. Pulau Kera bukan wilayah konflik, bukan pula medan perang. Maka, mengapa pendekatannya harus militeristik?” tanya Anetong.

Sebagai penutup, AGRA NTT menyatakan kesiapannya untuk berdialog terbuka dengan pemerintah daerah. Mereka menolak relokasi paksa dan proyek-proyek yang mengorbankan rakyat demi kepentingan elite.

“Pulau Kera bukan tanah kosong. Itu rumah. Itu hidup. Itu harga diri. Dan kami akan terus bersuara,” pungkas Anetong.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari Pemerintah Kabupaten Kupang terkait pernyataan AGRA NTT ini. Media masih berupaya untuk mendapatkan klarifikasi dan tanggapan dari pihak terkait guna memberikan informasi yang berimbang kepada publik.

Example 300250 Example 468x60 Example 300250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *