Example floating
Example floating
Example 468x60
BeritaHeadlineJawa TengahKota Surakarta

Persepsi Mahasiswa Terhadap Maraknya Kasus Korupsi Dibahas dalam “Lingkar Diskusi” di FIKES UDB Surakarta

207
×

Persepsi Mahasiswa Terhadap Maraknya Kasus Korupsi Dibahas dalam “Lingkar Diskusi” di FIKES UDB Surakarta

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

BERITAOPINI.ID, KOTA SURAKARTA | Dalam upaya membangun kesadaran kolektif mengenai bahaya korupsi yang semakin mengakar di berbagai lini kehidupan, Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES) Universitas Duta Bangsa (UDB) Surakarta menggelar kegiatan “Lingkar Diskusi: Persepsi Mahasiswa Pada Maraknya Kasus Korupsi Saat Ini”, Sabtu (26/04). Diskusi ini mengundang Vito Vivaldi Mahardika (Ketua Umum HMI Cabang Surakarta) sebagai narasumber dan diikuti oleh puluhan mahasiswa yang antusias mengupas persoalan korupsi dari perspektif sejarah, hukum, politik, hingga peran generasi muda dalam memberantasnya. Kehadiran Ayyasy Ahmad Ar Royhan (Presiden Mahasiswa UDB) juga memantik para mahasiswa untuk membagikan cara pandang mereka terhadap fenomena maraknya kasus korupsi pada masa kini.

Budaya Korupsi Bukan Masalah Baru

Dalam penyampaian materinya, narasumber menjelaskan bahwa korupsi bukanlah masalah baru. Sejak zaman Yunani kuno, korupsi telah ada, meskipun dahulu batas antara kekayaan negara dan pribadi belum jelas. Barulah setelah konsep civil law berkembang, terjadi pemisahan antara kekayaan publik dan pribadi, memperjelas tindakan korupsi.

Narasumber menyoroti bahwa korupsi sangat merugikan seluruh elemen masyarakat, baik di bidang ekonomi maupun pendidikan. Tidak hanya berupa kerugian keuangan negara, korupsi juga mencakup kerusakan lingkungan, seperti dalam sektor pertambangan. Faktor utama penyebab maraknya korupsi antara lain lemahnya penegakan hukum, lemahnya lembaga-lembaga independen, serta gaya hidup hedonis yang melampaui kemampuan.

Menariknya, dalam refleksi sejarah nasional, disebutkan bahwa pada era Orde Lama, kasus korupsi memang jarang terpublikasi, bukan karena tidak ada, melainkan karena langsung ditangani tanpa banyak ekspos media. Tokoh militer seperti Jenderal A.H. Nasution pernah mengakui banyaknya kasus korupsi yang ditangani secara internal. Sebaliknya, di masa Orde Baru, korupsi semakin menggurita akibat lemahnya lembaga hukum dan dominasi oligarki dalam pemerintahan. Kasus besar seperti skandal Pertamina dan praktik “Komite 10” – yang mengatur pengadaan barang dari pusat hingga daerah dan meraup keuntungan hingga USD 60 juta – menjadi contoh nyata.

Pengungkapan Korupsi, Upaya “Bersih-Bersih” Belaka?

Dalam sesi tanya jawab, muncul berbagai pertanyaan kritis dari mahasiswa. Salah satunya adalah mengapa akhir-akhir ini banyak kasus korupsi terungkap. Narasumber menanggapi bahwa hal itu bagian dari upaya “bersih-bersih” dalam pergantian kepemimpinan. Meski demikian, terungkapnya kasus korupsi tidak serta-merta menjadikan Indonesia “cerah”, sebab dampak dana korupsi yang seharusnya digunakan untuk pembangunan tetap terasa berat bagi masyarakat.

Mahasiswa juga mempertanyakan efektivitas demonstrasi sebagai sarana memperjuangkan kebenaran. Dijelaskan bahwa pemuda, khususnya mahasiswa, memegang peranan vital sebagai agen perubahan. Dengan pendidikan yang lebih baik, mahasiswa diharapkan bisa membangun budaya anti korupsi dari diri sendiri, termasuk dalam hal sederhana seperti tidak mencontek dan menghargai karya orang lain. Hal ini krusial, mengingat data menunjukkan bahwa sekitar 80% publikasi ilmiah di Indonesia terindikasi plagiarisme.

Diskusi juga menyinggung tentang pentingnya melek politik. Narasumber menekankan bahwa seluruh aspek kehidupan, mulai dari pendidikan, pernikahan, hingga pekerjaan, tidak lepas dari aturan hukum yang bersumber dari politik. Oleh karenanya, sikap apatis terhadap politik justru membahayakan kehidupan berbangsa.

Dalam kaitannya dengan hubungan internasional, mahasiswa mempertanyakan peran Indonesia dalam dinamika global, terutama dalam konteks perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Prinsip politik luar negeri Indonesia yang “bebas aktif” menjadikan Indonesia berusaha mengambil posisi netral. Namun, tantangan tetap ada dalam menjaga stabilitas ekonomi di tengah persaingan global yang tajam.
Menjawab soal pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dijelaskan bahwa lembaga ini lahir karena institusi eksekutif dan yudikatif dinilai tidak cukup efektif dalam pemberantasan korupsi. Meski begitu, tantangan tetap besar, mengingat KPK kerap mendapat intervensi politik yang menghambat kinerjanya.

Diskusi ini ditutup dengan penegasan bahwa korupsi adalah musuh terbesar bangsa, yang merusak ekonomi, memperlebar ketimpangan sosial, dan mengancam masa depan generasi mendatang. Mahasiswa diharapkan menjadi garda terdepan dalam menciptakan budaya antikorupsi, mulai dari langkah-langkah kecil di lingkungan masing-masing, hingga advokasi aktif di ranah publik.

Antusiasme Tinggi, Tuai Apresiasi Eksternal

 

Maryana Anggie Pratiwi, selaku Ketua Pelaksana dan juga Menteri Luar Negeri BEM UDB, mengungkapkan rasa terkejutnya atas tingginya animo peserta. Menurut Maryana, semula kegiatan ini diberi nama “Lingkar Diskusi” dengan asumsi peserta yang hadir hanya sekitar 20 orang. Namun kenyataannya, peserta yang hadir hampir tiga kali lipat dari estimasi, memenuhi ruang diskusi dengan semangat partisipasi yang luar biasa.

“Awalnya kami memprediksi hanya sekitar 20 peserta karena melihat pengalaman sebelumnya yang hanya diskusi internal BEM. Tapi ternyata, saat kami buka untuk publik, mahasiswa sangat antusias dan jumlahnya di luar dugaan,” ujar Maryana.

Sebelum menggelar diskusi publik ini, BEM UDB memang rutin melakukan kajian dan diskusi terbatas di internal organisasi. Keberanian untuk membuka ruang diskusi lebih luas akhirnya membuahkan hasil positif, sekaligus menjadi sinyal bahwa mahasiswa UDB haus akan ruang-ruang intelektual terbuka.

Kegiatan ini juga mendapat apresiasi dari pihak eksternal. Salah satunya datang dari Bagus Muhammad Firdaus, perwakilan dari Departemen Partisipasi Pembangunan Daerah HMI Cabang Surakarta sekaligus mahasiswa aktif Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (FH UNS) Surakarta. Ia menyampaikan rasa bahagianya atas terselenggaranya kegiatan ini.

“Saya sangat bahagia melihat semangat mahasiswa UDB. Ini adalah langkah awal yang sangat baik untuk menciptakan ruang diskusi publik di kampus. HMI Cabang Surakarta siap untuk berkolaborasi dalam kegiatan-kegiatan selanjutnya,” ungkap Bagus.

Melihat respons positif ini, baik panitia maupun peserta berharap agar kegiatan serupa dapat terus digalakkan di masa depan. Ruang-ruang diskusi publik dinilai penting untuk memperkaya wawasan, mempertajam logika berpikir kritis, serta mempererat jejaring antar mahasiswa lintas kampus.

Example 300250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *