BERITAOPINI.ID PALI SUMSEL | Ironi penegakan hukum kembali terjadi. Di tengah seruan transparansi dan keterbukaan informasi publik, justru para penegak hukum sendiri yang mencederai semangat reformasi. Senin (19/5/2025), kunjungan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumatera Selatan ke Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) diwarnai insiden memalukan: pelarangan terhadap wartawan yang hendak meliput kegiatan tersebut.
Padahal, kegiatan yang berlangsung di lingkungan Kejari PALI itu hanya berupa peresmian Mushola dan Kantin Adhyaksa. Namun alih-alih terbuka, acara tersebut justru berlangsung dalam suasana penuh pembatasan dan intimidasi terhadap insan pers.
Beberapa wartawan yang hendak masuk ke lokasi sempat dihadang oleh petugas keamanan. Alasan mereka? Bukan karena melanggar protokol, bukan pula karena alasan keamanan nasional, tapi hanya karena “belum ada instruksi”.
“Tidak boleh masuk, Pak. Belum ada instruksi,” kata salah seorang petugas keamanan, tanpa bisa menunjukkan dasar hukum pelarangan tersebut.
Pelarangan ini jelas mencederai semangat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menegaskan bahwa kemerdekaan pers adalah bagian dari wujud kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi. Bukan opini, tapi perintah undang-undang!
Wartawan akhirnya diperbolehkan masuk, tapi dengan syarat membungkam fungsi jurnalistik mereka: tidak boleh melakukan doorstop interview.
“Silakan liput, cuma tidak ada doorstop ya,” ujar Kasi Intel Kejari PALI, Rido Dharma Hermando.
Aang, wartawan dari paliekspres.com, dengan tegas menyayangkan insiden ini. Menurutnya, tindakan tersebut bukan hanya tidak berdasar, tapi juga mencerminkan sikap otoriter yang tidak menghargai peran pers dalam demokrasi.
“Kita ini wartawan, kerja kita dilindungi undang-undang. Kok bisa perintah undang-undang dikangkangi oleh sekadar instruksi pimpinan?” tegasnya.
Insiden ini menjadi tamparan keras bagi integritas lembaga penegak hukum. Ketika aparat justru memperlakukan wartawan seperti ancaman negara, maka publik layak bertanya: ada apa yang disembunyikan? Mengapa kehadiran pers dianggap sebagai gangguan?
Jika penegakan hukum dijalankan di balik pintu tertutup dan awak media dibungkam dengan alasan sepele, maka jangan salahkan publik jika kepercayaan terhadap institusi hukum terus tergerus.
Wartawan bukan kriminal. Pers bukan musuh negara. Mereka adalah pilar demokrasi yang dijamin oleh konstitusi. Membungkam pers, sama saja menantang hukum negara!