BERITAOPINI.ID, SURAKARTA, JAWA TENGAH – Gita Pertiwi menggelar diskusi multi-pihak untuk mengatasi tantangan pengelolaan sampah di pasar tradisional yang diikuti oleh berbagai pemangku kepentingan Kota Surakarta (DLH, Dinas Perdagangan, BAPPEDA, Dinas Ketahanan Pangan, dan Dinas Kesehatan), termasuk komunitas masyarakat, paguyuban pedagang pasar, dan dosen dari UNISRI (17/7/2025). Inisiatif ini menyoroti keberhasilan program “Pasar Minim Sampah” di Pasar Jebres sebagai model yang siap direplikasi, di tengah meningkatnya volume sampah kota yang menjadi perhatian serius.
Berdasarkan data dari hasil riset Kota Kita, pasar tradisional dilakukan karena menyumbang 33% dari total sampah yang dikirim ke TPA Putri Cempo. Volume sampah harian kota pun menunjukkan tren kenaikan, mencapai rata-rata 419 ton per hari pada tahun 2024. Kondisi ini diperparah operasional Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Solo yang belum optimal mengelola sampah Solo bahkan yang dikelola adalah sampah dari Bali, sehingga menambah beban pada TPA. Dalam diskusi ini Dinas Lingkungan Hidup mengungkapkan kalau kondisi sampah di Kota Surakarta ini semakin tinggi, dan PLTSa yang ada di TPA Putri Cempo belum bisa mengelola Sampah Kota Surakarta. Saat ini memang yang dikelola adalah sampah dari Bali dan belum bisa mengelola sampah Kota Surakarta secara optimal.
Dari diskusi tersebut pengelolaan sampah dari sumber melalui pemilahan menjadi Langkah penting dalam mengurangi timbulan sampah yang ke TPA. Terlebih lagi sampah di Kota Surakarta ini dikelola oleh 3 instansi pemerintah yaitu pemerintah kelurahan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Perdagangan. Sebagai mengurangi beban TPA tersebut, pengelolaan sampah berbasis kawasan yang yang dalam hal ini adalah sampah pasar tradisional dilakukan oleh Gita Pertiwi dengan berkolaborasi bersama Dinas Perdagangan.
Pasar Jebres: Bukti Keberhasilan dan Standar Baru
Program “Pasar Minim Sampah” yang diinisiasi oleh Yayasan Gita Pertiwi di Pasar Jebres menunjukkan hasil yang menjanjikan. Pasar Jebres dipilih sebagai lokasi percontohan karena tingginya volume sampah dan penggunaan plastik sekali pakai. Berdasarkan hasil riset Gita Pertiwi bersama Aliansi Zero Waste pada tahun 2023-2024 penggunaan plastic sekali pakai oleh satu orang pedagang di angka 83 piece setiap harinya. Belum lagi lebih dari 50% sampah di Pasar Jebres ini jenisny adalah organik mulai dari sayur, buah, lauk, dan lainnya.
Pada periode Deseber 2024 – Juni 2025 program ini berhasil mencapai beberapa hal positif, dimana ada pengurangan penggunaan kemasan plastik sekali pakai (KPSP) per pedagang dari rata-rata 83 buah menjadi 71 buah per hari. Penyelamatan sekitar 28 kg pangan berlebih (sayuran, buah, lauk, lainnya) setiap harinya untuk didonasikan kepada panti, pemulung, dan komunitas berbagi di Surakarta.
Joko Sartono selaku Kepala Bidang Sarana Distribusi Perdagangan Dinas Perdagangan Kota Surakarta mengapresiasi kolaborasi yang telah dilakukan ini untuk mengelola sampah di Pasar Jebres dan berharap praktik baik pasar minim sampah ini bisa berlanjut dan dikembangkan di pasar yang lain di Kota Surakarta.
Komitmen dan Rencana Aksi ke Depan
Keberhasilan di Pasar Jebres memicu semangat untuk melakukan replikasi di pasar lain, terutama di Pasar Gede yang telah menyatakan minatnya. Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Gede mengungkapkan mengalami peningkatan timbulan sampah hingga harus menambah jumlah gerobak pengangkut. Pasar ini menghasilkan satu hingga dua truk sampah setiap hari, dan terdapat keluhan mengenai air lindi yang mencemari lingkungan saat proses pengangkutan.
“Saya kira praktik baik yang sudah dilakukan para stakeholder di Pasar Jebres ini juga dilakukan di Pasar Gede, karena jujur di Pasar Gede ini kami kebingungan karena sampah itu selalu menumpuk di sebelah timur pasar dan baunya itu mengganggu. Apalagi saat musim panen buah itu bisa sampai 2 truk sampahnya. Nah kami harap para stakeholder disini juga bisa membantu kami dalam menyelesaikan permasalahan sampah disana.” Ungkap Jumadi Ketua Paguyuban Pasar Gede.
Oleh karena itu dari diskusi multi-pihak ini merumuskan beberapa langkah strategis ke depan:
- Regulasi Pengurangan Sampah: Pemerintah berencana menyusun Peraturan Walikota (Perwali) tentang Pembatasan Plastik Sekali Pakai (PSP) yang akan digodok bersama tenaga ahli dan ditargetkan untuk diusahakan pada 2026.
- Kawasan Tertib Sampah (KTSa): Diusulkan pembentukan Perwali mengenai KTSa, di mana Pasar Jebres dapat menjadi nominator untuk kawasan percontohan.
- Tanggung Jawab Produsen: Mendorong tanggung jawab produsen (Corporate Social Responsibility) untuk memberikan kompensasi atas sampah kemasan yang mereka hasilkan turut dibahas.
- Forum Berkelanjutan: Terdapat usulan agar forum diskusi multi-pihak ini dapat diadakan secara rutin untuk mengawal implementasi program dan kebijakan secara berkelanjutan.
- Replikasi: Ada upaya untuk mereplikasi praktik baik yang ada di Pasar Jebres ke beberapa pasar lain seperti Pasar Legi dan Pasar Gede.
Kolaborasi yang solid antara pemerintah, Gita Pertiwi, dan komunitas pasar di Surakarta ini menjadi sinyal positif. Dengan menjadikan Pasar Jebres sebagai cetak biru, kota ini berada di jalur yang tepat untuk menciptakan sistem pengelolaan pasar yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.