BERITAOPINI.ID| Di tengah hiruk-pikuk kehidupan masyarakat yang berjuang untuk bertahan di tengah kesulitan ekonomi, banyak individu yang terpaksa berjuang untuk memulai kembali hidup mereka setelah mengalami trauma mendalam. Salah satu mantan deportan, yang kini berusaha membangun kehidupan baru, menghadapi tantangan berat. Dia tinggal bersama keluarganya di lingkungan yang penuh stigma, di mana setiap langkahnya diawasi dengan ketat oleh aparat keamanan. Meskipun berusaha untuk menjalani kehidupan yang normal, ketakutan dan kecemasan selalu mengintai di balik pintu rumahnya, mengganggu upaya mereka untuk menemukan ketenangan.
Sejak deportasi yang dialaminya, salah satu mantan deportan ini dan keluarganya tidak pernah merasakan ketenangan. Setiap kali mereka berusaha menjalani kehidupan normal, aparat keamanan datang silih berganti, menciptakan suasana ketakutan yang mengganggu. Sementara itu, di luar sana, para aktivis yang berani menyuarakan ketidakadilan juga menjadi sasaran pengawasan yang ketat. Mereka yang seharusnya dilindungi sebagai pilar demokrasi justru diperlakukan layaknya penjahat oleh aparat yang seharusnya melindungi rakyat.
Mengapa pemerintah tidak menerapkan pengawasan yang sama terhadap para koruptor yang merampok uang rakyat? Di saat yang sama, ketika kasus korupsi mencuat, kita tidak melihat aparat yang sama berbondong-bondong mendatangi rumah para pelaku kejahatan itu. Mengapa mereka lebih memilih untuk mengawasi individu-individu yang sudah cukup menderita, sementara para pejabat yang memperkaya diri sendiri di atas penderitaan rakyat kecil dibiarkan bebas berkeliaran?
Keluarga-keluarga yang terlibat dalam peristiwa serupa merasakan dampak psikologis yang mendalam dari pengawasan berlebihan ini. Istri dan anak-anak dari mantan deportan harus menghadapi pandangan negatif dari tetangga, yang melihat mereka sebagai bagian dari masalah, bukan sebagai korban dari sistem yang gagal. Mereka menjadi korban ganda: dihukum atas kesalahan yang bukan lagi milik mereka, sementara kejahatan yang sebenarnya terus dibiarkan berkeliaran bebas. Stigma ini tidak hanya merugikan individu, tetapi juga menciptakan ketidakadilan sosial yang lebih luas.
Para aktivis yang berjuang untuk hak asasi manusia dan keadilan sosial juga mengalami teror dari aparat. Mereka sering kali diintimidasi, diancam, dan dipantau secara ketat hanya karena berani berbicara. Suara mereka yang seharusnya didengar malah dibungkam dengan cara yang brutal. Di saat masyarakat berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka harus berhadapan dengan pengawasan yang menindas, menciptakan rasa tertekan yang tak kunjung hilang. Keluarga-keluarga ini berusaha untuk membangun kehidupan baru, tetapi setiap langkah mereka selalu diawasi, menciptakan rasa tertekan yang tak kunjung hilang.
Kita harus bertanya, di mana keadilan bagi keluarga-keluarga yang terpinggirkan ini? Di mana suara mereka yang terabaikan dalam kebijakan pemerintah yang seharusnya melindungi, bukan menindas? Pengawasan berlebihan ini mencerminkan ketidakadilan sistemik yang mengabaikan kebutuhan rakyat kecil, sementara para elit terus merampok tanpa rasa takut.
Saatnya kita bersuara! Kita tidak boleh membiarkan ketidakadilan ini berlangsung. Kita harus menuntut agar pemerintah menghentikan pengawasan berlebihan terhadap individu-individu yang sudah berjuang untuk memperbaiki hidupnya dan lebih fokus pada penanganan kejahatan yang nyata, seperti korupsi. Mari kita dukung keluarga-keluarga yang terpinggirkan ini dan semua aktivis yang terabaikan oleh kebijakan yang tidak adil ini. Suara kita adalah kekuatan kita!
Kita harus bersatu untuk menciptakan perubahan. Ketidakadilan tidak boleh dibiarkan terus berlanjut. Mari kita desak pemerintah untuk lebih memperhatikan kebutuhan rakyat kecil dan menghentikan praktik pengawasan yang merugikan. Kita harus memastikan bahwa keadilan ditegakkan, bukan hanya untuk segelintir orang, tetapi untuk seluruh rakyat. Dengan bersatu, kita bisa mengubah keadaan dan memastikan bahwa semua orang, tanpa terkecuali, mendapatkan hak-hak mereka.