BERITAOPINI.ID PURBALINGGA JATENG | Presiden Mahasiswa Universitas Perwira Purbalingga (Unperba), Awan Arafik, menyatakan bahwa 17+8 tuntutan rakyat bukan sekadar daftar permintaan, melainkan sebuah manifestasi dari keresahan, kegelisahan, dan aspirasi masyarakat yang selama ini terpinggirkan. Menurutnya, tuntutan tersebut lahir dari akumulasi kekecewaan terhadap ketimpangan hukum, kondisi ekonomi yang kian memburuk, serta maraknya praktik korupsi yang tak kunjung ditindak tegas (09/09/2025).
Awan menjelaskan bahwa pada aksi bulan Agustus lalu, tercatat lebih dari 3.000 massa ditahan secara tidak adil, sedikitnya 10 orang meninggal dunia tanpa kejelasan hukum, serta semakin massifnya keterlibatan aparat militer dalam penanganan demonstrasi. Situasi tersebut disebut sebagai gambaran kekacauan hukum di Indonesia.
Di sisi lain, kondisi perekonomian juga tak luput dari sorotan. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) disebut terus meningkat, angka pengangguran kian tinggi, dan Indonesia masuk dalam daftar negara dengan jumlah penduduk miskin terbanyak menurut Bank Dunia. Ironisnya, di tengah krisis tersebut, anggota DPR tetap menerima tunjangan yang dinilai fantastis, meskipun belakangan kabarnya diturunkan namun tetap berada di atas Rp50 juta per bulan.
Selain itu, Awan menilai Indonesia tengah menghadapi darurat korupsi. Meski kasus-kasus korupsi terus meningkat, Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang digadang-gadang sebagai instrumen penting pemberantasan korupsi belum juga disahkan.
“Ketika massa aksi ditahan, nyawa melayang tanpa keadilan, dan pejabat publik hidup mewah di tengah kemiskinan masyarakat, maka 17+8 adalah simbol perlawanan masyarakat Indonesia. Kami menuntut keadilan, transparansi, dan keberpihakan negara pada rakyat,” tegasnya.
Awan juga menyinggung lahirnya simbol perlawanan digital melalui brave pink dan hero green. Brave pink terinspirasi dari sosok seorang perempuan berhijab pink bernama Ana yang berdiri di depan aparat saat aksi berlangsung, sementara hero green merupakan penghormatan terhadap almarhum Afif, pengemudi ojek online yang tewas akibat dilindas kendaraan taktis kepolisian.
Menurutnya, ribuan orang mengganti foto profil media sosial mereka dengan warna pink dan hijau sebagai bentuk mobilisasi digital dan pernyataan sikap berada di barisan perlawanan terhadap penindasan serta ketidakadilan.
Di Purbalingga sendiri, Awan menegaskan bahwa hubungan antarorganisasi kemahasiswaan, baik internal kampus maupun eksternal, terjalin erat. Ia mencontohkan, ketika seorang pelajar diamankan aparat pascaaksi 30 Agustus, seluruh organisasi mahasiswa bergerak bersama mendesak pembebasan. Namun, untuk rencana gerakan ke depan, ia menyatakan masih belum dapat diungkapkan secara detail demi alasan keamanan.