BERITAOPINI.ID SURAKARTA JATENG | Aliansi kepemudaan Cipayung Plus menyoroti penangkapan aktivis pada bulan November lalu di Universitas Muhammadiyah Surakarta pada Selasa (09/12/2025). Dalam momentum tersebut, Cipayung menggelar diskusi serta menyampaikan sebuah sikap atas penangkapan para aktivis paska aksi masa di bulan Agustus lalu.
Di samping itu Cipayung Plus turut pula menyoroti isu Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP).
Dalam kegiatan tersebut beberapa perwakilan organisasi hadir antara lain, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Dua pakar didatangkan untuk menyigi tema tersebut yaitu Dr. Moh Indra Bangsawa S.H., M.H sebagai Dosen di Fakultas Hukum Ilmu Pendidikan (FHIP) Universitas Muhammadiyah dan M. Badrus Zaman, S.H.,M.H., sebagai advokat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) MBZ Solo.
Salah satu koordinator Cipayung Plus menegaskan bahwa forum itu sebagai sikap terhadap penegakan hukum yang mengganjal para aktivis pro demokrasi.
“Diskusi ini bukan sekadar forum akademik, tetapi juga penegasan sikap kami terhadap praktik penegakan hukum yang tidak jelas. Kami menuntut Polresta Surakarta segera membuka seluas-luasnya informasi mengenai detail penangkapan, dasar hukum penahanan, dan memastikan seluruh hak konstitusional para aktivis yang ditahan terpenuhi tanpa intervensi,” tegas salah satu koordinator lapangan Cipayung Plus pada Selasa (09/12) malam.
Selanjutnya Cipayung Plus menyoroti atas ketidakjelasan proses hukum menimbulkan keresahan yang meluas di kalangan mahasiswa dan masyarakat sipil atas penangkapan para aktivis itu. Menanggapi hal itu Cipayung Plus menyampaikan beberapa tuntutan atas proses hukum yang mengadili para aktivis itu.
Cipayung Plus Surakarta menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil, proporsional, dan menghormati hak asasi warga, menolak segala bentuk intimidasi atau kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat yang dilakukan secara damai, kemudian meminta Polresta Surakarta menjelaskan secara terbuka dasar penangkapan aktivis guna mencegah kesimpangsiuran informasi serta, mendorong dialog terbuka sebagai cara penyelesaian masalah dan menjaga kondusifitas di Kota Surakarta.
Selain itu aliansi juga mengajak seluruh elemen masyarakat Surakarta turut andil dalam menyuarakan dan mengawal kasus penangkapan aktivis di Surakarta dan kebijakan lain pemerintah di kota Surakarta.
“Transparansi dalam kasus yang melibatkan aktivis adalah ujian bagi komitmen aparat penegak hukum terhadap prinsip presisi. Jika proses hukum tidak transparan, itu berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Kami berharap Polresta Surakarta tidak membiarkan kasus ini menjadi preseden buruk bagi demokrasi lokal,” tambahnya.
Cipayung Plus Surakarta menegaskan bahwa mereka akan terus memantau setiap perkembangan kasus penangkapan aktivis dan siap mengambil langkah konsolidasi lebih lanjut, termasuk aksi massa yang lebih besar atau pengajuan gugatan praperadilan, jika tuntutan transparansi mereka tidak dipenuhi oleh pihak berwenang dalam waktu dekat.
Kemudian Diskusi publik memberikan analisis mendalam tentang dampak revisi KUHAP terhadap kebebasan berekspresi dan hak untuk mendapatkan keadilan.
Perbincangan mengenai revisi KUHP disampaikan para pemateri. Para pemateri menyoroti pentingnya menjaga prinsip meaningful participation dalam perumusan hukum agar revisi KUHAP melibatkan masyarakat dan mendengarkan masukan dari para akademisi dan universitas dan tidak sarat akan kepentingan partai politik saja.
Dalam prespektif advokasi, menggarisbawahi tantangan yang dihadapi tim kuasa hukum dalam mengakses informasi dan mendampingi aktivis yang sedang diproses.
















