BERITAOPINI.ID PALI SUMSEL | Dugaan proyek siluman kembali menyeruak di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI). Pembangunan pagar SD Negeri 20 Penukal menjadi sorotan tajam setelah ditemukan kejanggalan serius di lokasi pekerjaan. Proyek sudah berjalan, material menumpuk, namun tak ditemukan satu pun papan proyek yang seharusnya wajib dipasang sebagai identitas resmi pekerjaan.
Kondisi ini langsung menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat. Tanpa papan proyek, publik kehilangan informasi penting seperti nilai kontrak, sumber anggaran, nama kontraktor, hingga durasi pelaksanaan. Padahal, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 mewajibkan pemasangan papan informasi sebagai bentuk transparansi penggunaan uang negara. Hilangnya papan proyek ini kian memperkuat dugaan bahwa pekerjaan dilakukan secara gelap dan tidak akuntabel.
Investigasi lapangan yang dilakukan awak media pada 11 Desember 2025 menemukan persoalan lain yang tidak kalah fatal. Sejumlah pekerja terlihat melakukan aktivitas tanpa menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sebagaimana mestinya. Praktik ini jelas melanggar UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja serta Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang K3 yang mewajibkan penerapan standar keselamatan pada setiap kegiatan konstruksi.
Kelalaian tersebut bukan hanya mencerminkan buruknya manajemen keselamatan, tetapi juga berpotensi menimbulkan risiko serius. Apabila terjadi kecelakaan kerja akibat pengabaian aturan K3, pihak kontraktor dapat dikenai sanksi mulai dari teguran dan penghentian sementara pekerjaan hingga sanksi pidana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Lebih jauh, kualitas pekerjaan juga disorot tajam. Fondasi tampak tidak rapi, struktur terlihat asal jadi, dan pengerjaan terkesan dikebut tanpa standar teknis yang layak. Jika terbukti melanggar spesifikasi, kontraktor bisa dijatuhi sanksi berat seperti: Pemutusan kontrak, Blacklist minimal dua tahun sesuai ketentuan LKPP, Tuntutan ganti rugi terhadap kerugian negara. Yang membuat situasi semakin memprihatinkan adalah dugaan lemahnya pengawasan dari dinas terkait. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Konsultan Pengawas, serta Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) seharusnya mengawal proyek agar berjalan sesuai aturan. Namun melihat kondisi di lapangan, masyarakat menilai pengawasan nyaris tidak ada.
Seorang warga yang ditemui di sekitar lokasi pembangunan mengungkapkan kekecewaannya.
“Beginilah jadinya kalau proyek dikerjakan semaunya. Tidak ada papan, tidak jelas anggarannya, kualitas pun meragukan. Kami sebagai warga kecewa, karena sekolah itu untuk anak-anak kita, bukan tempat ujicoba proyek abal-abal,” ujarnya dengan nada kesal.
Warga lain juga mempertanyakan sikap pemerintah daerah yang dinilai lamban menindak.
“Kalau dibiarkan terus, kami curiga ada yang sengaja tutup mata. Ini uang negara, bukan uang pribadi. Harusnya diawasi, bukan dibiarkan seperti proyek siluman,” tegasnya.
Masyarakat menuntut pemerintah bergerak cepat, membuka informasi secara transparan, dan memberikan tindakan tegas kepada pihak yang terbukti lalai atau bermain-main dengan uang rakyat. Proyek pendidikan tidak boleh dikelola seenaknya, apalagi sampai menyerupai pekerjaan gelap tanpa identitas dan tanpa pengawasan.
Jika pemerintah tetap diam, pertanyaan publik akan semakin keras dan lantang:
“Apakah proyek siluman ini sengaja dibiarkan berlangsung?”
















