BERITAOPINI.ID PURBALINGGA JATENG Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Perwira Purbalingga (BEM Unperba) menggelar diskusi publik bertajuk “Merebut Ruang Hidup: Krisis Ekologis, Masa Depan HAM, dan Perjuangan Jurnalis Indonesia”. Kegiatan ini menghadirkan sejumlah narasumber dari latar belakang akademisi, aktivis lingkungan, hingga praktisi media, dan bertujuan membangun kesadaran bersama terkait ancaman krisis ekologis serta dampaknya terhadap hak asasi manusia (18/12/2025).
Teguh Pratomo (Ketua PPA GASDA sekaligus Koordinator Komunitas Patanjala) menjelaskan bahwa krisis ekologi tidak dapat dilepaskan dari cara pandang manusia terhadap alam. Ia menyinggung fenomena Gunung Merapi yang kerap meletus sebagai bagian dari proses geologis alami di kawasan selatan Pulau Jawa. Menurutnya, masyarakat modern kerap terjebak pada cara berpikir yang menempatkan manusia sebagai pusat segalanya, sehingga menganggap pengetahuan tertentu lebih unggul dan mengabaikan kearifan lokal.
Ia menekankan bahwa krisis ekologi terjadi karena manusia terlalu egois dan membebani bumi semata-mata demi kesejahteraan manusia, tanpa mempertimbangkan keberlangsungan makhluk hidup lainnya. Padahal, komunitas masyarakat di masa lalu menjaga sumber daya alamnya melalui sistem nilai dan simbol budaya yang menempatkan alam sebagai bagian dari kehidupan bersama. Sistem tersebut secara tidak langsung menciptakan keseimbangan, sehingga lingkungan tetap terjaga.
Teguh juga menyoroti kegagalan manusia modern dalam memahami hak asasi secara utuh. Menurutnya, krisis ekologis saat ini muncul karena hak asasi hanya dipahami sebatas hak manusia, tanpa memandang bahwa unsur lain di alam juga memiliki hak untuk hidup dan lestari.
Sementara itu, M. Hafidz Baihaqi (Presiden Mahasiswa Unsoed 2025) menyampaikan bahwa lingkungan hidup merupakan aset bersama yang menjadi hak seluruh generasi. Ia menekankan pentingnya keadilan lintas generasi, di mana generasi saat ini memiliki tanggung jawab untuk memastikan anak cucu di masa depan tetap mendapatkan lingkungan hidup yang layak.
Ia menjelaskan bahwa negara memiliki peran penting sebagai entitas yang bertugas menjamin hak asasi manusia, termasuk hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Dalam pandangannya, HAM mencakup kebebasan, persamaan, dan persaudaraan, yang tidak hanya berlaku bagi manusia saat ini, tetapi juga bagi generasi mendatang. Oleh karena itu, negara berkewajiban mencegah agar lingkungan tidak dikuasai, dieksploitasi, dan dieksplorasi oleh satu pihak saja.
Hafidz mencontohkan kondisi di Sumatera, di mana bencana alam yang terjadi dapat dipahami sebagai bentuk upaya alam untuk memulihkan dirinya akibat eksploitasi berlebihan. Ia mengingatkan bahwa kondisi serupa berpotensi terjadi di daerah lain, termasuk Purbalingga, apabila tidak ada perubahan cara pandang dan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan.
Narasumber lainnya, Joko Santoso (Jurnalis dan Praktisi Media), menegaskan pentingnya peran semua pihak dalam menjaga alam secara bersama-sama. Ia menilai bahwa upaya konservasi lingkungan tidak cukup berhenti pada wacana, tetapi harus diwujudkan dalam aksi nyata yang melibatkan masyarakat, pemerintah, dan media.
Ia juga mengingatkan bahwa kondisi lingkungan yang saat ini terjadi di sejumlah wilayah dapat menjadi gambaran masa depan daerah lain apabila tidak ada langkah antisipatif. Menurutnya, berbagai inisiatif pemerintah untuk menjaga lingkungan merupakan langkah positif, namun harus dibarengi dengan keterlibatan semua elemen agar hasilnya berkelanjutan.
Melalui diskusi ini, BEM Unperba berharap tumbuh kesadaran kritis mahasiswa dan masyarakat tentang pentingnya menjaga ruang hidup, memperjuangkan hak asasi manusia, serta memperkuat peran jurnalis dalam mengawal isu-isu ekologis di Indonesia.
















