BERITAOPINI.ID PURBALINGGA JATENG | Warga Perumahan Kampung Rambutan Indah, Kelurahan Kalikabong, Kecamatan Kalimanah, memprotes pembongkaran tembok keliling dan aktivitas pembangunan di lingkungan mereka yang dinilai tidak melalui prosedur resmi. Protes ini mencuat setelah tembok perumahan dibongkar satu pintu pada 27 Februari 2025 tanpa pemberitahuan sebelumnya (04/08/2025).
“Awalnya kami lihat alat berat keluar-masuk, lalu tembok dibuka begitu saja. Tidak ada sosialisasi. Kami baru tahu setelah melihat langsung di lapangan,” ujar salah satu warga.
Sebelum pembongkaran, beberapa warga sempat menyampaikan keluhan melalui grup WhatsApp lingkungan. Namun, aduan tersebut tidak ditanggapi oleh pihak yayasan. Mereka hanya menyampaikan bahwa tanah yang dibuka telah mereka beli dan berada di luar kawasan perumahan. Namun faktanya, lahan tersebut berada di wilayah RT berbeda dan hanya memiliki akses jalan setapak.
“Kami tidak pernah dimintai persetujuan. Mereka hanya datang bilang ini proyek MBG. Padahal, rumah kami yang langsung bersebelahan jadi sangat terganggu oleh aktivitas setiap hari,” tambah warga lainnya.
Situasi semakin memanas saat pembongkaran dilakukan dalam skala besar pada 18 Juni 2025. Dua hari kemudian, warga melaporkan kejadian ini ke kanal “Lapor MasBup” dan mempertanyakan legalitas kegiatan tersebut, mengingat kompleks perumahan sudah diserahkan kepada Pemda.
Pemerintah daerah merespons aduan warga pada 21 Juni dan melakukan kunjungan lapangan melalui Dinas Permukiman pada 23 Juni 2025. Dalam kunjungan itu, dinas mengeluarkan tiga rekomendasi: mengembalikan tembok ke kondisi semula, melakukan komunikasi langsung dengan warga, serta mengembalikan fungsi fasilitas umum sesuai peruntukannya.
Namun setelah kunjungan tersebut, warga menyatakan tidak ada realisasi. “Kami tetap melihat truk masuk tiap hari, tidak ada komunikasi dari yayasan. Seolah kami ini diabaikan,” ungkap warga.
Merasa tidak didengar, warga melapor ke Ketua RT. Laporan tersebut ditindaklanjuti dengan surat resmi dari RT kepada pihak yayasan. Malam harinya, perwakilan yayasan datang dan memperkenalkan diri, namun tidak terjadi kesepakatan. Yayasan justru meminta RT menyampaikan permohonan akses kepada warga. RT telah menyarankan agar yayasan melakukan mediasi secara terbuka.
Warga menyatakan siap mengumpulkan masyarakat untuk dialog, asalkan pihak yayasan mau datang dan menjelaskan secara terbuka. Hingga surat kedua diberikan dengan tenggat waktu tujuh hari, belum ada itikad baik dari pihak yayasan. Akhirnya, warga memutuskan untuk mengunggah permasalahan ini ke media sosial agar mendapat perhatian publik. Setelah unggahan tersebut, pihak pengembang datang dan menyampaikan penyesalan.
Warga menegaskan bahwa mereka tidak menolak proyek MBG sebagai program pemerintah. “Kami tidak menolak pembangunan, apalagi ini program MBG yang katanya milik pemerintah. Tapi semua harus sesuai prosedur. Jangan fasilitas perumahan dibongkar sepihak tanpa izin dan mengganggu akses kami,” ujar salah satu tokoh warga.
Hingga awal Agustus 2025, pembangunan masih terus berjalan. “Sempat berhenti sebentar, tapi sejak Juli kegiatan di lokasi aktif lagi. Dumptruck lalu-lalang, debu dan suara bising terus setiap hari,” kata warga.
Warga berharap semua pihak, termasuk pemerintah daerah dan yayasan, dapat menghormati hak warga perumahan. “Kami ini cuma minta hak kami dihargai. Kalau mau bangun, ya izin dulu. Kalau mau buka tembok, ya ajak bicara. Itu hal paling dasar,” tutup warga.