Hadir dalam forum itu tokoh masyarakat, Pj wali nagari, pemuda nagari, niniak mamak, hingga perwakilan perempuan.
Donizar menegaskan bahwa Perda Kesejahteraan Sosial bukan sekadar dokumen hukum, tetapi komitmen moral pemerintah untuk melindungi kelompok rentan: fakir miskin, anak terlantar, lansia, penyandang disabilitas, hingga korban bencana.
“Perda ini harus hadir nyata di tengah masyarakat. Ia bukan hanya aturan di atas kertas, tapi panduan agar warga tahu hak dan mekanisme bantuan sosial yang bisa mereka akses,” kata Donizar.
Dialog berlangsung dua arah. Seorang pemuda dari Batang Toman menanyakan agar program pemberdayaan ekonomi benar-benar menyentuh usaha kecil. Peserta lain menyoroti distribusi bantuan sosial di daerah terpencil, sementara tokoh masyarakat mempertanyakan akurasi data penerima manfaat.
Donizar bersama perwakilan Dinas Sosial Sumbar, Iskandar, pun menjawab dengan solusi konkret.
“Perda ini hanya akan bermakna bila dijalankan. Dibutuhkan sinergi pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat,” jelas Iskandar.
Ia menambahkan, Perda Kesejahteraan Sosial mendorong integrasi layanan, mulai dari bantuan langsung, program rehabilitasi, hingga pemberdayaan ekonomi. Tantangan klasik seperti ketimpangan akses, keterbatasan data, dan minimnya anggaran harus dijawab dengan kolaborasi
Bagi Donizar, suara masyarakat malam itu adalah bahan refleksi. Ia berkomitmen menyuarakan aspirasi tersebut di gedung dewan.
“Kesejahteraan bukan soal angka, tapi wajah-wajah yang kita lihat setiap hari. Jika mereka hidup lebih baik, maka itulah tujuan pembangunan,” tegasnya.