BERITAOPINI.ID | Di tengah janji-janji reformasi hukum yang digaungkan oleh negara, dua peristiwa besar putusan terhadap Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto telah membuka mata kita bahwa hukum tidak lagi Netral, melainkan rawan dimanfaatkan sebagai instrumen kekuasaan politik.
Mari kita simak, Dua kasus Satu Pola yang Sama.
- Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan, dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara karena dugaan penyimpangan impor gula konsumsi. Namun banyak pihak menilai kesalahan itu lebih bersifat administratif ketimbang pidana
- Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP, divonis 3,5 tahun dalam kasus perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Vonis ini muncul di tengah meningkatnya tensi politik antara PDIP dan penguasa hari ini.
Dalam dua kasus ini, publik melihat ada benang merah kriminalisasi politik, yaitu bagaimana tokoh-tokoh kritis terhadap pemerintah menghadapi proses hukum yang cepat, keras, dan seringkali penuh kejanggalan prosedural.
Ini gambaran kecil bahwa Hukum tidak lagi berdiri di atas keAdilan.!!!
Dalam teori klasik Montesquieu, kekuasaan yudikatif harus terpisah dari kekuasaan eksekutif dan legislatif. Tetapi realitas hari ini menunjukkan justru sebaliknya hukum menjadi alat legitimasi politik, bukan lagi pelindung keadilan.
Hukum kehilangan roh moralnya. Ia digunakan bukan untuk menegakkan keadilan, melainkan untuk memotong jalur politik, menjinakkan oposisi, dan memperkuat kontrol atas narasi publik.
Artinya ini adalah gambaran Hukum telah disusupi Kekuasaaan.
Mari kita refleksi sejenak;
– [ ] Vonis yang seolah sudah ditentukan sebelumnya – Hasto mengungkap bahwa ia telah mendengar informasi tentang putusan sebelum sidang diputus.
– [ ] Proses hukum cepat dan tidak transparan – dalam kasus Tom, 27 kejanggalan hukum diabaikan.
– [ ] Minimnya pembelaan publik dari lembaga negara independen – menunjukkan lemahnya institusi pengawas demokrasi.
Kritik buat kita bersama hari ini.
Jika hukum terus dipakai untuk membungkam tokoh publik yang vokal, maka :
- Kita sedang menuju otoritarianisme gaya baru.
- Demokrasi dikikis lewat jalur legal.
- Rakyat kehilangan kepercayaan pada lembaga hukum.
Artinya disini Kita bukan sekedar membela individu, tapi membela prinsip keadilan. Negara ini didirikan untuk melindungi hak setiap warga negara, bukan melanggengkan kekuasaan dengan dalih hukum.
Ketika hukum melayani kekuasaan, maka keadilan tinggal kenangan.
Ketika kritik dibungkam melalui vonis, maka demokrasi sedang sekarat.