BERITAOPINI.ID PURBALINGGA JATENG | Panen raya di Kecamatan Bukateja diperkirakan berlangsung pada April hingga Mei. Namun, berdasarkan pemantauan di lapangan, tanaman padi masih dalam kondisi hijau akibat mundurnya musim panen yang disebabkan oleh dampak El Niño 2023. Saat ini, proses tanam sudah selesai di wilayah Bajong, Kutawis, dan Kembangan. (18/03/2025)
Koordinator BPP Bukateja, Joko Purwito, menyampaikan bahwa pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada petani mengenai program serap gabah oleh Bulog dengan harga Rp6.500/kg. “Kami terus mengedukasi petani bahwa Bulog siap menyerap gabah dengan harga yang baik, tetapi keputusan tetap ada di tangan petani. Kadang harga di pasaran lebih tinggi, sehingga ada yang lebih memilih menjual ke tengkulak,” ujarnya.
Meski demikian, Joko menegaskan bahwa harga Rp6.500/kg sudah cukup menguntungkan. Pada musim panen sebelumnya, harga gabah sempat mencapai Rp7.000/kg karena pasokan yang minim akibat serangan hama burung dan tikus, yang menyebabkan hasil panen turun dari 7–8 ton per hektare menjadi hanya 4–5 ton per hektare.
“Tengkulak sebelumnya membeli dengan harga lebih tinggi karena pasokan sedikit. Tapi untuk periode panen berikutnya, petani menyanggupi menjual ke Bulog” tambah Joko.
Ia juga menyoroti kendala utama dalam program ini, yaitu adanya selisih harga antara Bulog dan tengkulak yang berkisar Rp100–200/kg.
“Dalam sosialisasi, kami juga memastikan bahwa program serap gabah berlaku untuk semua jenis gabah dalam bentuk gabah kering tanpa persyaratan khusus. Hal ini untuk memastikan lebih banyak petani menjual ke Bulog dan menjaga stok pemerintah,” jelasnya.
Di sisi lain, masih ada kekhawatiran dari petani mengenai keterlambatan pembayaran dalam skema serap gabah Bulog. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pihaknya terus berkoordinasi agar proses serapan gabah berjalan lancar, dengan memperkirakan jumlah gabah yang akan diserap serta waktu dan tempat pengangkutan.
Sementara itu, di Kecamatan Kemangkon, panen telah berlangsung di Desa Kedung Benda pada 27 Februari dengan hasil 2,3 ton, disusul 28 Februari sebanyak 1,8 ton, dan 1 Maret sebanyak 1,37 ton. Beberapa petani di Kalialang juga telah memanen hasilnya, meskipun tidak semuanya dijual ke Bulog.
Koordinator BPP Kemangkon, Endang Fajari, menjelaskan bahwa sebagian besar petani memiliki lahan kecil, di bawah 100 ubin, sehingga hasil panennya lebih banyak digunakan untuk konsumsi sendiri. “Kendala terbesar adalah petani yang sudah terikat dengan tengkulak. Mereka harus mengembalikan pinjaman dalam bentuk gabah, meskipun harga Bulog lebih tinggi,” katanya.
Tengkulak di wilayah ini membeli gabah dengan harga sekitar Rp5.000/kg melalui sistem “tebas”, yaitu membeli gabah sebelum panen dengan sistem taksiran. “Masalahnya, petani tidak tahu pasti berapa hasil panennya. Kalau hasilnya lebih banyak, mereka bisa rugi,” jelasnya.
Untuk mengatasi hal ini, BPP Kemangkon telah berkoordinasi dengan Koramil dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). “Kami mendorong petani agar menjual ke Bulog. Harga Rp6.500/kg lebih menguntungkan, dan pembayaran bisa cair dalam waktu kurang dari 24 jam,” tambahnya.
Dalam waktu dekat, panen akan berlangsung di Sumilir, Gambarsari, dan Muntang. Diperkirakan hasil panen dari Muntang dan Gambarsari lebih banyak masuk ke Bulog. “Kami sudah koordinasi dengan Gapoktan di Sumilir agar hasil panen bisa dijual ke Bulog,” ujarnya.
Menjelang Lebaran, cakupan panen masih terbatas, tetapi setelah Lebaran, terutama pertengahan hingga akhir April, luas panen akan meningkat. Sementara itu, panen di wilayah Panican, Senon, Bakulan, dan Kedunglegok diperkirakan berlangsung pada Mei.
Hingga saat ini, tantangan terbesar masih berasal dari hubungan petani dengan tengkulak, terutama di daerah yang menerapkan sistem tebas. “Kalau program sergap ini bisa berkelanjutan, kita bisa menekan peran tengkulak. Bahkan ada tengkulak yang bisa membeli Rp6.500/kg, tapi tetap pakai sistem tebas yang tidak menguntungkan petani,” ujar Endang.
Sebagai upaya tambahan, petani yang memiliki pinjaman ke tengkulak juga diarahkan untuk tetap menjual ke Bulog agar dapat menutup utang mereka tanpa harus menjual gabah dengan harga rendah. “Kami terus mendorong petani agar berani menjual ke Bulog. Dengan cara ini, mereka bisa lebih mandiri dan tidak lagi bergantung pada tengkulak,” pungkasnya. (DM)