BERITAOPINI.ID KUPANG NTT | Gelombang protes terhadap pengesahan revisi Undang-Undang TNI No. 34 Tahun 2004 terus bergulir. Pada Senin, 24 Maret 2025, puluhan organisasi yang tergabung dalam Aliansi Cipayung Plus, BEM, dan OKP Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar aksi demonstrasi besar di depan gedung DPRD Provinsi NTT. Aksi ini merupakan bentuk penolakan terhadap keputusan Sidang Paripurna DPR-RI pada 20 Maret 2025 yang mengesahkan revisi undang-undang tersebut.
Aksi yang dimulai sejak pukul 11.00 WITA hingga 15.50 WITA ini dipenuhi dengan orasi-orasi lantang yang menolak keras revisi UU TNI. Massa aksi menilai, pengesahan undang-undang tersebut mengancam prinsip demokrasi, supremasi hukum, dan netralitas TNI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka khawatir, revisi ini akan membuka jalan bagi kembalinya dwifungsi ABRI seperti pada masa Orde Baru.
Dalam aksi tersebut, Aliansi Cipayung Plus, BEM, dan OKP NTT menyampaikan tiga tuntutan utama:
1. Menolak dengan tegas revisi UU TNI yang telah disahkan.
2. Menuntut supremasi sipil dan netralitas TNI dalam struktur ketatanegaraan.
3. Mengecam keterlibatan TNI dalam proyek-proyek strategis yang dianggap merugikan rakyat.
Putra Umbu Toku Ngudang, Koordinator Umum Aliansi, menegaskan bahwa aksi ini adalah bentuk penolakan terhadap kembalinya “kegelapan Orde Baru” di era reformasi. Ia juga menyampaikan kekecewaan terhadap respons Ketua DPRD Provinsi NTT, Emelia Julia Nomleni, yang dinilai tidak tegas dalam menyuarakan aspirasi mereka.
“Kami kecewa karena seharusnya ketua DPRD provinsi sependapat dengan kami. Di sini kami adalah keterwakilan daerah, dan sebagai representasi mahasiswa NTT, kami belum lihat keberpihakan ketua DPRD provinsi untuk menyuarakan aspirasi rakyat,” ujarnya.
Aksi demonstrasi sempat memanas ketika massa aksi mencoba masuk dan menduduki Gedung DPRD NTT. Bentrok dengan aparat kepolisian tak terhindarkan, dan beberapa anggota massa aksi dilaporkan terluka. Bahkan, salah satu masa aksi dari GMNI Kupang sempat dipukul oleh seorang pegawai di Sekretariat DPRD NTT.
Putra Umbu Toku Ngudang juga menyayangkan tindakan represif aparat kepolisian dan menuntut Kapolda NTT untuk mengusut tuntas kejadian ini dan segera memproses hukum oknum yang terlibat. Mereka berencana melakukan visum dan melaporkan kejadian ini ke Polres, serta mengawal proses hukumnya.
“Kami sangat sayangkan karena rekan-rekan kepolisian melakukan represif terhadap beberapa anggota kami hingga terluka. Selepas ini kami akan melakukan visum dan pelaporan ke polres. Kami akan khawal proses hukumnya,” tegasnya.
Menanggapi tuntutan massa aksi, Ketua DPRD Provinsi NTT, Emelia Julia Nomleni, menyatakan bahwa pihaknya akan memproses tuntutan tersebut sesuai mekanisme yang berlaku. Namun, ia belum bisa memberikan pernyataan sikap secara kelembagaan saat itu.
“Soal memberikan pernyataan kelembagaan, tapi saya juga tidak mau untuk ada dalam tekanan itu. Kami akan ada dalam proses dan kalian juga harus menunggu, untuk kami memproses termasuk apa yang kalian tuntut bahwa ketua DPR harus secara lembaga menolak RUU itu,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Kepala Kepolisian Daerah NTT, Brigjen Pol Awi Setiyono, berjanji akan membentuk tim investigasi untuk menyelidiki dugaan tindakan represif aparat kepolisian.
“Selepas ini saya akan buatkan tim untuk melakukan investigasi apa yang terjadi. Ini menjadi evaluasi kita bersama,” tegasnya. (Nino)