BERITAOPINI.ID BLORA JATENG | Ketua Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pepabri) Blora, Sri Harjanto, angkat bicara soal polemik penolakan terhadap Undang-Undang TNI yang ramai belakangan ini. Ia menyebut bahwa sebagian penolakan dinilai tidak berdasar dan berpotensi digerakkan oleh kepentingan tertentu.
“Kami mencurigai adanya kemungkinan sebagian dari mereka yang menolak sudah dibayar. Penolakannya seperti terorganisir dan bukan murni dari kesadaran,” ujarnya saat ditemui awak media, Minggu (13/4/2025).
Sri Harjanto menegaskan bahwa UU TNI tidak merugikan rakyat. Ia menilai kekhawatiran terhadap potensi kembalinya dwifungsi ABRI terlalu dibesar-besarkan karena tidak ditemukan satu pun pasal yang mengarah ke sana dalam regulasi tersebut.
Ia juga membandingkan dengan UU Polri yang menurutnya lebih mengarah pada “multi fungsi”. “Nyatanya banyak anggota Polri menjabat di jabatan sipil dan tidak muncul gelombang penolakan besar seperti ini,” tambahnya.
Menurutnya, perbedaan pola pikir sipil dan militer harus dipahami secara objektif. “Tidak bisa serta-merta menilai bahwa kepemimpinan sipil lebih baik daripada militer di birokrasi. Masing-masing punya kekuatan,” tegasnya.
Terkait munculnya gelombang penolakan dari kalangan sipil di Blora, Sri Harjanto membuka ruang dialog. “Kami siap duduk bersama, berdiskusi terbuka asal penolakan itu berasal dari hati nurani, bukan hasil mobilisasi kepentingan,” katanya.
Ia berharap masyarakat tidak terbawa arus provokasi dan bisa menilai UU TNI secara jernih, dengan memahami isi pasal-pasal secara menyeluruh, bukan berdasarkan narasi yang menyesatkan.
“Pepabri siap menjadi jembatan dialog antara masyarakat dan para pemangku kebijakan. Karena kami percaya, kekuatan demokrasi terletak pada keterbukaan dan niat baik untuk mencari solusi,” tutupnya. (AM)