Example floating
Example floating
Example 468x60
BeritaJawa TengahKota Surakarta

Diskusi Publik Revisi UU TNI dan Ancaman Supremasi Militer : Tinjauan Yuridis, Historis, dan Implikasi Terhadap Demokrasi Indonesia

221
×

Diskusi Publik Revisi UU TNI dan Ancaman Supremasi Militer : Tinjauan Yuridis, Historis, dan Implikasi Terhadap Demokrasi Indonesia

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

 

BERITAOPINI.ID | SURAKARTA, Rabu, 16 April 2025 – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sebelas Maret Surakarta menggelar diskusi publik menyoroti proses legislasi Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang dinilai terburu-buru, minim transparansi, dan berpotensi mengancam supremasi sipil dalam sistem demokrasi Indonesia.

 

Pembahasan Terburu-Buru, Apa Yang Sedang Dituju

Dimulai dari diterbitkannya Surat Presiden (Surpres) Nomor R12/Pres/02/2025 pada 13 Februari lalu, pemerintah secara resmi mengajukan revisi atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI kepada DPR RI. Meskipun tidak termasuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, pengajuan ini langsung disetujui DPR dalam rapat paripurna pada 18 Februari 2025, dan ditindaklanjuti oleh Komisi I sebagai mitra kerja pembahas.

Namun, berbagai pihak menilai proses pembahasan berlangsung secara kilat dan tertutup. Akademisi, masyarakat sipil, serta organisasi non-pemerintah menyampaikan kekhawatiran atas kurangnya keterlibatan publik dalam proses legislasi ini. Bahkan, draft RUU dan naskah akademik yang digunakan dalam pembahasan disebut berasal dari pemerintah tanpa kajian independen DPR, sehingga menimbulkan pertanyaan soal checks and balances antara lembaga eksekutif dan legislatif.

 

Legislasi Minim Transparasi, Apa Urgensi Revisi UU TNI

Dr. Jadmiko Anom Husodo, S.H., M.H (Dosen FH UNS) sebagai pembicara menyampaikan bahwa RUU TNI yang pembahasannya dilakukan secara tertutup dinilai tidak mencerminkan prinsip meaningful participation sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Publik pun tidak mengetahui secara pasti isi naskah final yang telah diteken, sehingga memicu kekhawatiran bahwa sejumlah tahapan pembentukan undang-undang tidak dijalankan sebagaimana mestinya.

Salah satu poin krusial dalam revisi RUU TNI ini adalah adanya indikasi kembalinya militer ke ranah sipil. Setidaknya empat lembaga negara tambahan kini disebut-sebut dapat diisi oleh unsur militer aktif atau yang baru saja pensiun dini. Hal ini dinilai sebagai bentuk perluasan kewenangan TNI yang berpotensi mengaburkan batas antara ranah sipil dan militer.

“Bila seorang prajurit militer ingin menduduki jabatan sipil, maka seharusnya ia terlebih dahulu melepaskan status militernya. Namun kenyataannya, banyak yang langsung berpindah ke jabatan sipil tanpa proses transisi yang jelas,” ujar Dr. Jadmiko.

Banyak pihak menilai revisi RUU TNI tidak bisa dipandang sebagai kebijakan sektoral belaka, melainkan harus dibaca dalam kerangka politik yang lebih luas. Terdapat kekhawatiran bahwa Indonesia tengah membangun kekuasaan otoriter dalam wajah legal-formal — sebuah gejala yang oleh para akademisi disebut sebagai legisme otoritarianisme.

Meski secara substansi RUU ini hanya mengubah tiga pasal, substansi bukan satu-satunya persoalan. Justru arah legislasi inilah yang dikhawatirkan bisa menjadi pembuka bagi supremasi militer dan pelemahan sistem demokrasi.

“Yang menjadi kekhawatiran bukan isi pasalnya, melainkan konteks politik dan agenda kekuasaan di baliknya, seperti praktek non sipil di ranah sipil, misalnya terdapat seseorag dari non sipil yang dijadikan PJ Kepala Daerah dengan tujuan memenangkan calon kepala daerah yang diinginkan” ujar Dr. Jadmiko.

Di tengah ketidakpastian ini, suara-suara dari masyarakat sipil semakin mendesak agar proses legislasi dilakukan secara terbuka, akuntabel, dan melibatkan publik secara bermakna. Sebab tanpa itu, demokrasi yang diperjuangkan pasca-reformasi bisa kembali tergelincir ke dalam bayang-bayang masa lalu.

 

Revisi UU TNI, Sinyal kembalinya Dwifungsi ABRI?

Dr. Waskito Widi Wardoyo, S.S., M.A. (Dosen Sejarah FIB UNS) sebagai pembicara menyampaikan bahwa meskipun secara formal konsep dwifungsi ABRI telah dihapuskan sejak era reformasi, namun indikasi kembalinya fungsi ganda militer kini mulai dirasakan. Keterlibatan militer dalam urusan sipil kembali mengemuka, seiring dengan sejumlah revisi regulasi dan kebijakan yang memberi ruang lebih besar bagi tentara untuk mengisi jabatan di luar ranah pertahanan.

“Secara formal, dwifungsi ABRI memang telah dihapuskan, tetapi indikasi kembalinya fungsi ganda mulai terasa dalam praktik pemerintahan saat ini,” ujar seorang pengamat politik yang menyoroti kecenderungan ini sebagai sinyal kemunduran demokrasi.

Dalam masyarakat sipil yang demokratis, nilai-nilai kerja dan orientasi antara sipil dan militer seharusnya tetap dibedakan secara tegas. Militer dibentuk dengan pola kerja top-down yang disiplin dan komando yang ketat, sementara masyarakat sipil bekerja berdasarkan prinsip deliberasi, diskusi, dan partisipasi.

Hal yang dikhawatirkan bukan hanya soal jabatan semata, melainkan perubahan struktur kekuasaan yang dapat mengikis prinsip-prinsip demokrasi. Dalam konteks ini, keterlibatan militer di luar fungsi pertahanan membuka potensi konflik nilai, serta menimbulkan kekhawatiran akan munculnya kampanye hitam terhadap institusi-institusi sipil.

Kondisi ini menandakan bahwa demokrasi Indonesia masih berada dalam tekanan. Jika militer kembali mendapat ruang lebih luas dalam pemerintahan sipil tanpa pengawasan yang kuat, maka cita-cita reformasi bisa terancam mundur ke belakang.

RUU TNI kini menjadi cerminan dari pergeseran orientasi kekuasaan di Indonesia. Ketika proses legislasi dijalankan tanpa transparansi dan partisipasi publik, serta mengabaikan prinsip-prinsip supremasi sipil, maka yang dipertaruhkan bukan hanya peran TNI dalam demokrasi, tetapi masa depan kebebasan sipil itu sendiri.

Example 300250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *