Example floating
Example floating
Example 468x60
AcehKabupateng Nagan Raya

HMI Cabang Nagan Raya: Mengingat Tragedi Beutong Ateuh Banggalang, Luka Sejarah Pelanggaran HAM yang Belum Sembuh

78
×

HMI Cabang Nagan Raya: Mengingat Tragedi Beutong Ateuh Banggalang, Luka Sejarah Pelanggaran HAM yang Belum Sembuh

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

BERITAOPINI.ID NANGAN RAYA ACEH | Zulfikar, Kepala Bidang HAM dan Lingkungan Hidup HMI Cabang Nagan Raya, menyerukan kepada seluruh masyarakat Aceh untuk kembali mengingat dan merenungkan tragedi kemanusiaan di Beutong Ateuh Banggalang, Nagan Raya, yang terjadi pada 23 Juli 1999. Peristiwa pembantaian terhadap puluhan warga sipil, termasuk ulama karismatik Teungku Bantaqiah beserta santri-santrinya, tercatat sebagai salah satu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) paling menyayat hati dalam sejarah konflik Aceh.

Zulfikar, menyebut bahwa tragedi tersebut adalah luka sejarah kolektif rakyat Aceh yang hingga kini belum benar-benar sembuh. Mengingat tragedi itu adalah kewajiban moral bagi seluruh elemen bangsa, sebagai bentuk penghormatan terhadap para korban sekaligus pelajaran agar kekerasan serupa tidak pernah terulang lagi di masa depan.

Tragedi Beutong Ateuh Banggalang bukan hanya kisah duka masa lalu, melainkan cermin betapa rapuhnya perlindungan hak-hak rakyat sipil. Teungku Bantaqiah dan para santrinya menjadi korban kebrutalan aparat negara, yang hak-haknya diinjak-injak. Hingga hari ini, keadilan untuk mereka belum ditegakkan sepenuhnya, ujarnya.

Ia, menegaskan bahwa tragedi Beutong Ateuh Banggalang adalah catatan kelam sejarah yang menjadi tanggung jawab bersama untuk diungkap dan diselesaikan secara adil.

Sebagai Kabid HAM dan Lingkungan Hidup HMI, saya menegaskan bahwa tragedi ini merupakan pelanggaran HAM berat yang tidak boleh dilupakan. Negara berkewajiban mengungkap kebenaran, meminta maaf secara terbuka, memberi pengakuan bagi para korban, dan memulihkan hak-hak mereka. Ini bukan hanya demi keluarga korban, tetapi juga demi martabat bangsa, kata Zulfikar.

Menurut Zulfikar, tragedi yang menewaskan sedikitnya 56 orang, sebagian besar santri dan warga sipil, adalah bukti nyata lemahnya penghormatan terhadap HAM pada masa konflik. Negara, katanya, tidak boleh lagi bersikap abai atau menutup-nutupi fakta sejarah.

Negara tidak boleh lupa. Luka rakyat Aceh adalah ujian moral bagi kita semua. Kami di HMI akan terus menjadi pengingat, bahwa rekonsiliasi sejati hanya lahir dari keberanian untuk berkata benar, menegakkan keadilan, dan mengembalikan martabat para korban, tambahnya.

HMI juga mengingatkan pentingnya menjaga perdamaian Aceh yang lahir dari MoU Helsinki. Perdamaian itu bukanlah hadiah, melainkan amanah sejarah yang harus terus dijaga melalui pendidikan, pembangunan ekonomi yang berkeadilan, penguatan budaya dialog, serta penolakan terhadap segala bentuk kekerasan.

Generasi muda Aceh harus menjadi pelopor perdamaian yang sejati, dengan tetap mengingat sejarah kelam ini sebagai pengingat agar kita tidak lagi salah jalan, ujar Zulfikar.

Sebagai organisasi kader umat dan bangsa, HMI Cabang Nagan Raya berkomitmen untuk tetap menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian. HMI juga menyampaikan doa bagi para korban yang syahid dalam tragedi Beutong Ateuh Banggalang, dan berharap keadilan segera ditegakkan demi menyembuhkan luka sejarah Aceh yang masih menganga.

Semoga Allah SWT menerima para syuhada Beutong Ateuh Banggalang sebagai martir di sisi-Nya, memberi ketabahan bagi keluarga mereka, dan memberi kekuatan bagi kita semua untuk terus memperjuangkan hak-hak mereka, tutup Zulfikar

Example 300250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *