27 Mar 2025, Kam

Petani Purbalingga Dapat Harga Gabah Lebih Baik, Tengkulak Mulai Terpinggirkan?

BERITAOPINI.ID PURBALINGGA JATENG | Program penyerapan gabah oleh Bulog dengan harga Rp6.500/kg mendapat sambutan positif dari petani di Purbalingga. Di wilayah Kembaran Kulon, panen terbaru pada lahan seluas 180 ubin menghasilkan 1 ton 428 kg gabah, yang seluruhnya telah diserap Bulog (11/03/2025)

Puji, Penyuluh Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Purbalingga untuk wilayah Kembaran Kulon dan Bancar, menyampaikan bahwa petani sangat terbantu dengan harga tersebut. “Petani merasa lebih diuntungkan, karena sebelumnya harga gabah sering kali tidak mencapai Rp6.000/kg,” ujarnya.

Petani di Kembaran Kulon antusias terhadap program ini, mengingat banyak lahan sawah yang telah beralih fungsi. Produktivitas di wilayah ini berkisar 8–9 kwintal per 180 ubin, dan harga yang lebih tinggi dari Bulog memberikan keuntungan nyata bagi petani.

Di Bancar, panen diperkirakan terjadi pada pertengahan Maret. Namun, tidak semua hasil panen akan dijual ke Bulog. Beberapa petani menyisihkan gabah untuk konsumsi pribadi. Sebelumnya, petani di Bancar menjual gabah kepada tengkulak dengan harga di bawah Rp6.500/kg. Dengan adanya perbandingan harga yang lebih jelas, kini petani memiliki alternatif lebih baik dalam menjual hasil panennya.

Penyerapan oleh Bulog dilakukan langsung dengan sistem pembayaran tunai tanpa potongan, yang disambut baik oleh petani. Bulog juga memastikan pengambilan dilakukan di lokasi yang mudah diakses oleh kendaraan roda empat.

Meskipun sistem ini menguntungkan petani, persaingan dengan tengkulak tetap menjadi tantangan. Tengkulak memiliki sistem rendemen, yaitu menghitung jumlah beras yang dihasilkan dari 100 kg gabah setelah digiling. Terkadang, petani merasa dirugikan karena meskipun varietas gabah sama, hasil akhirnya berbeda akibat permainan harga.

Di sisi lain, memasuki musim hujan, kualitas gabah cenderung menurun. “Secara fisik, gabah terlihat bagus, tapi banyak yang hampa atau kosong, sehingga rendemennya berkurang. Ini membuat penyerapan tidak bisa maksimal,” jelas Puji.

Di wilayah Jatisaba dan Toyareja, panen belum dimulai. Jika ada panen, cakupannya masih kecil dan informasi tentang program Bulog belum sepenuhnya diterima oleh petani. Sosialisasi telah dilakukan melalui kepala dusun (Kadus) kepada kelompok tani (Gapoktan) agar informasi merata.

Suharso, Penyuluh BPP Kecamatan Purbalingga untuk wilayah Jatisaba dan Toyareja, menyebut bahwa petani sebenarnya mengharapkan harga Rp6.500/kg bisa diterapkan secara berkelanjutan. Namun, ada kekhawatiran apakah harga yang ditetapkan pemerintah dapat dipertahankan di musim-musim berikutnya.

“Selama ini, petani menjual kepada tengkulak meskipun harganya lebih murah, tetapi mereka selalu membeli tanpa proses yang rumit,” kata Suharso. Meskipun Bulog menawarkan harga lebih baik, banyak petani tetap merasa terikat dengan tengkulak yang sudah menjadi mitra mereka selama bertahun-tahun.

Di wilayah Jatisaba dan Toyareja, sistem penjualan gabah kering panen (GKP) belum umum. Mayoritas petani lebih terbiasa dengan sistem tebasan, di mana gabah langsung dibeli di sawah oleh tengkulak. Dengan rata-rata kepemilikan lahan hanya 0,14 hektar atau 100 ubin, petani memilih menjual cepat agar tidak repot mengurus pasca panen. Namun, sistem ini membuat harga gabah menjadi tidak stabil.

Program penyerapan gabah oleh Bulog diharapkan dapat mensejahterakan petani, tetapi masih menghadapi kendala di lapangan. Sebagian petani menolak harga yang lebih baik karena loyalitas mereka terhadap tengkulak.

Selain itu, serangan hama dan penyakit menjadi ancaman lain bagi hasil panen. “Serangan hama berkaitan dengan kondisi alam, tetapi langkah antisipasi kita sering terlambat,” ungkap Suharso. Mayoritas petani juga masih kurang menguasai teknik budidaya yang lebih efisien. (DM)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *