BERITAOPINI.ID KUPANG NTT | Mutasi delapan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) di wilayah Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), yang diumumkan pada 15 Maret 2025, menuai kritik keras dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kupang.
Mutasi ini terjadi setelah publik dihebohkan dengan kasus dugaan tindak pidana kekerasan seksual anak di bawah umur dan penyalahgunaan narkotika yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman.
Sekretaris Jenderal (Sekjend) PMKRI Cabang Kupang, Remis Talelu, secara tegas melayangkan “Catatan Merah” kepada Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) NTT, Irjen Pol Daniel Tahi Monang Silitonga, terkait kebijakan mutasi ini.
Remis Talelu berpendapat bahwa langkah pembenahan dan penguatan struktur organisasi Polri seharusnya tidak dilakukan dengan sekadar memindahkan personel dari satu tempat ke tempat lain. Menurutnya, yang lebih mendesak adalah evaluasi menyeluruh terhadap seluruh anggota Polri di wilayah Polda NTT untuk meningkatkan profesionalitas dan integritas kerja.
“Kami berpandangan bahwa masalahnya bukan pada tempatnya, tetapi pada orang-orang yang tidak profesional dalam menjalankan tugas. Apalagi, mutasi ini dilakukan saat publik sedang menyoroti kasus dugaan tindak pidana kekerasan seksual anak di bawah umur dan penyalahgunaan narkoba yang melibatkan mantan Kapolres Ngada. Kami mempertanyakan, ‘Gatal di mana, garuk di mana?'” ujar Remis pada Senin, 17 Maret 2025.
PMKRI Cabang Kupang juga menyoroti hilangnya ruang dialog di Polda NTT di bawah kepemimpinan Irjen Pol Daniel Tahi Monang Silitonga. Remis mengungkapkan kekecewaannya karena dua surat audiensi yang diajukan oleh PMKRI tidak mendapatkan respons, dan Kapolda dinilai selalu menghindar dari diskusi.
“Surat audiensi kami bertujuan untuk membahas kinerja institusi Polri yang terkesan berjalan di tempat dalam penanganan masalah hukum di NTT, seperti kasus dugaan tindak pidana korupsi, kekerasan seksual, dan pembunuhan yang penanganannya terkesan tidak serius oleh beberapa polres di wilayah Polda NTT,” jelas Remis.
Lebih lanjut, PMKRI mencatat sejumlah kasus yang penanganannya dinilai lambat, meskipun telah diambil alih oleh Polda NTT, antara lain:
1. Kasus pembunuhan almarhum Sebastian Bokol
2. Kasus dugaan tindak pidana korupsi Rumah Sakit Pratama (RSP) Boking
3. Kasus dugaan tindak pidana korupsi bantuan rumah Seroja di Malaka
“Beberapa kasus ini sudah ‘berulang tahun’ di Polda NTT, tetapi hingga hari ini tidak ada perkembangan. Kami berpandangan bahwa meskipun nama dan gedung berbeda, secara administratif, integritas dan profesionalitas kerja Polda NTT di bawah kepemimpinan Irjen Pol Daniel Tahi Monang Silitonga tidak jauh berbeda dengan polres dan polsek,” tegas Remis.
PMKRI Cabang Kupang mendesak Kapolda NTT untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja seluruh jajaran Polda NTT, meningkatkan transparansi dalam penanganan kasus-kasus hukum, dan membuka kembali ruang dialog dengan masyarakat. Mereka juga menuntut agar kasus-kasus yang penanganannya lambat segera diselesaikan dengan tuntas dan transparan. (Nino)