BERITAOPINI.ID SOLOK SUMBAR | Dalam adat Minangkabau tanah, sawah, ladang dikuasai oleh niniak mamak yang dipergunakan untuk kepentingan suku. baru-baru ini masyarakat sungai nanam kecamatan lembah Gumanti kabupaten Solok tengah digemparkan oleh penyerahan tanah seluas 199 hektar secara sepihak ke PT Gistrav Andalas energy. tanah 199 hektar itu diserahkan tanpa ada persetujuan pemilik lahan. tanah ini akan digunakan sebagai lahan pertambangan batu kapur oleh PT Gistrav Andalas Energy. surat perjanjian kerja sama dan peta pertambangan dengan PT Gistrav Andalas Energy telah beredar didunia maya seperti WhatsApp dan Facebook. (19/4/2025).
izin pertambangan yang tengah diurus saat ini terkesan tergesa-gesa tanpa ada kajian yang jelas, hal ini bisa dilihat dari surat perjanjian kerja sama yang tersebar, dalam surat perjanjian yang terdiri dari sembilan point tersebut secara hukum merugikan masyarakat sungai nanam.
data sementara masyarakat sungai nanam yang merasa dirugikan lebih kurang 46 pemilik tanah ulayat, lahan mereka dimasukan kedalam peta pertambangan atas nama PT Gistrav Andalas Energy. menurut pengakuan beberapa orang pemilik lahan yang ditemui oleh beritaOpini.id, tidak pernah satupun masyarakat yang menanda tangani surat perjanjian tersebut. surat perjanjian yang beredar hanya ditandai tangani oleh 7 orang niniak mamak disungai nanam, hal ini jelas tidak mewakili suku disungai nanam, karena sungai nanam memiliki suku sebanyak 5 suku, yaitu suku tanjuang, suku Melayu, suku Chaniago, suku kutianyie, dan suku Panai, yang masing dari suku tersebut memiliki niniak mamak sebanyak 5 orang. seharusnya dalam surat tersebut harus ada sebanyak 25 niniak mamak barulah bisa dikatakan penyerahan lahan secara ke sukuan sah.
kemudian pemilik lahan yang tertera dalam surat tersebut merupakan orang yang tak pernah ada tanah Ulayat didalam peta tersebut. beberapa pernyataan dari pemilik lahan mafia-mafia tanah sudah ada disungai nanam dan harus diberantas.
wali nagari dan ketua KAN( Kerapatan adat nagari) sungai nanam bungkam ditanya perihal izin tambang tersebut. “seharusnya wali nagari dan Ketua KAN sebagai pemimpin dinagari, baik pemimpin secara administratif (wali nagari) ataupun secara adat( KAN) tidak serta Merta memberikan izin sebelum ada persetujuan dari suku dan pemilik tanah Ulayat, kami menduga wali nagari dan Ketua KAN sedang mengusahakan mengadu domba anak kemenakan dinagari” ujar salah seorang pemilik lahan yang tak ingin disebutkan namanya.
dalam analisa beberapa orang pemilik tanah Ulayat yang ditemui oleh beritaOpini.id surat perjanjian yang terdiri dari 9 point itu terasa ganjal dan merugikan masyarakat. pertama pembagian fee pertambangan tersebut tidak dijelaskan dalam surat itu, berapa untuk suku, berapa untuk nagari tidak dijelaskan. kemudian ada satu point yang cukup menggelitik yaitu point 6 tentang izin pertambangan tersebut sampai deposit. deposit artinya sampai sumber daya alam dilahan tersebut habis maka disitu lah perjanjian kerja sama habis.
masyarakat sungai nanam yang dirugikan tersebut berharap ada tindakan intensif dalam upaya mencari jalan keluar dari masalah ini dan itu sangat membutuhkan campur tangan pemerintah. masyarakat sungai nanam tidak anti dengan invstor yang ingin berinvestasi dinagari sungai nanam, namun harus dengan kajian yang dalam dan kebijakan yang tranparan.