BERITAOPINI.ID KUPANG NTT | Gerakan pemulihan ekosistem cendana di Nusa Tenggara Timur (NTT) terus digalakkan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT bersama Green Justice Indonesia. Kegiatan yang telah dimulai sejak awal tahun 2021 ini, menunjukkan progres signifikan dengan peluncuran Kebun Bibit Cendana Kelompok Embun Pagi dan pembagian bibit cendana kepada masyarakat di Desa Ekapata, Kecamatan Wewewa Tengah, Kabupaten Sumba Barat Daya pada 24 Februari 2025.
Kebun bibit yang dikelola oleh Kelompok Embun Pagi ini berhasil membudidayakan sekitar 26.000 bibit cendana, sebuah pencapaian yang menandai komitmen kuat dalam upaya pelestarian tanaman endemik yang sangat berharga ini.
Acara peluncuran dan pembagian bibit ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk perwakilan dari WALHI NTT, Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamah Paranggi dan Yuvensius Stefanus Nonga, perwakilan Green Justice Indonesia, Panut Hadisiswoyo, Mustakim Malik, Dana P. Tarigan, serta perwakilan pemerintah Sumba Barat Daya, Kepala Bidang di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumba Barat Daya, Yohanes Djoe.
Dalam sambutannya, Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamah Paranggi, menekankan pentingnya cendana sebagai simbol kesejukan dan keteduhan bagi masyarakat Sumba. Ia juga menyoroti tantangan yang dihadapi dalam pelestarian cendana, termasuk eksploitasi yang tidak terkendali dan kebijakan yang kurang berpihak pada masyarakat adat.
“Cendana adalah simbol dari kesejukan dan keteduhan bagi masyarakat Sumba. Sejak dahulu, pohon ini menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, baik secara ekonomi, budaya, maupun spiritual. Namun, kita juga tahu bahwa keberadaannya semakin langka,” ujar Umbu Wulang Tanaamah Paranggi.
Umbu juga menegaskan perlunya perubahan paradigma dalam memandang cendana, tidak hanya sebagai komoditas ekonomi, tetapi juga sebagai bagian dari identitas dan kehidupan masyarakat.
“Saya ingin mengajak kita semua untuk melihat kembali bagaimana kita memandang cendana. Apakah kita hanya melihatnya sebagai komoditas ekonomi semata, atau kita melihatnya sebagai bagian dari identitas dan kehidupan masyarakat? Jika kita ingin menyelamatkan cendana, kita harus memastikan bahwa masyarakat yang selama ini menjaga pohon ini tetap memiliki hak atas tanah dan pohon mereka sendiri,” tegasnya.
Panut Hadisiswoyo dari Green Justice Indonesia menambahkan bahwa cendana memiliki nilai ekologis, ekonomi, dan budaya yang luar biasa bagi masyarakat NTT, khususnya di Sumba. Ia juga menyoroti penurunan populasi cendana akibat berbagai faktor, termasuk eksploitasi berlebihan dan perubahan tata guna lahan.
“Cendana bukan hanya sekadar pohon. Ia memiliki nilai ekologis, ekonomi, dan budaya yang luar biasa bagi masyarakat di Nusa Tenggara Timur, khususnya di Sumba. Cendana telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat selama berabad-abad, dan keberadaannya memiliki arti yang mendalam bagi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat,” kata Panut Hadisiswoyo.
Panut juga menegaskan komitmen Green Justice Indonesia dalam mendukung upaya pelestarian cendana dan mengajak semua pihak untuk ikut bertanggung jawab dalam menjaga keberlanjutan tanaman ini.
“Sebagai perwakilan dari Green Justice Indonesia, kami sangat mendukung segala bentuk inisiatif yang bertujuan untuk menjaga keberlanjutan cendana. Kami percaya bahwa pelestarian cendana bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau organisasi lingkungan, tetapi juga tanggung jawab kita semua, termasuk masyarakat adat yang selama ini menjadi penjaga utama dari pohon ini,” tambahnya.
Yohanes Djoe, mewakili pemerintah Sumba Barat Daya, menyampaikan apresiasi atas upaya pemulihan ekosistem cendana ini dan menegaskan dukungan penuh dari pemerintah daerah.
“Ini adalah sejarah yang diulang kembali tentang budidaya tanaman cendana, khususnya untuk masyarakat. Kita tahu bahwa cendana memiliki nilai ekonomi yang tinggi, namun lebih dari itu, ia adalah bagian dari identitas dan budaya kita. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk memastikan bahwa upaya pelestarian dan penanaman kembali dilakukan dengan baik,” ujar Yohanes Djoe.
Sementara itu, Antonius Sutapote, Ketua Kelompok Embun Pagi, menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung upaya pembibitan cendana. Ia berharap bibit-bibit yang telah ditanam dapat tumbuh dengan baik dan menjadi warisan bagi generasi mendatang.
“Kami secara pribadi mengucapkan limpah terima kasih. Proses ini tidak mudah, tetapi dengan kerja sama yang baik, kami telah berhasil menanam sejumlah besar bibit cendana. Kami berharap bibit ini dapat tumbuh dengan baik, karena cendana bukan hanya pohon biasa, tetapi juga warisan bagi anak cucu kita,” ungkap Antonius Sutapote.
Acara ini diakhiri dengan penanaman 50 anakan cendana di lokasi yang telah disediakan oleh Kelompok Embun Pagi, sebagai simbol komitmen bersama dalam melestarikan cendana di tanah Sumba. (Nino)